Ho Chi Minh - Kopi Vietnam yang didominasi robusta, yang dinilai sebagai kopi kasta kedua, itu naik kelas. Seperti apa kisahnya?
Rob Atthill langsung jatuh hati dengan kopi Vietnam saat pertama kali singgah traveling ke Asia Tenggara pada 2004. Pria yang juga pionir restoran Vietnam di London itu, memutuskan untuk mengimpor kopi yang ditanam dataran tinggi dan di-roasting di Kota Ho Chi Minh dua tahun kemudian.
Atthill, di bawah bendera usaha Ca Phe VN, berhasil membuat kopi Vietnam populer di London. Dia cuma membutuhkan waktu lima tahun untuk membuat penjualan naik tiga kali lipat.
Faktanya, bukan hanya Atthil yang memilih usaha kopi Vietnam. Berdasarkan laporan The International Coffee Organization dan dikutip CNN Travel Vietnam mengekspor sekitar 25 juta kantong seberat 60 kg kopi per tahun dengan nilai rata-rata USD 3 miliar.
Kedai kopi di trotoar cukup mudah ditemui di seantero Vietnam. (AFP/HOANG DINH NAM)
Itu belum dihitung pasar konsumen lokal, kendati kopi bukan tanaman asli Vietnam. Kopi itu biasa diseduh di rumah-rumah sejak diperkenalkan oleh Prancis yang datang sebagai penjajah pada 1850.
Bagi warga lokal, kopi memang bukan sekadar minuman penghilang kantuk seperti anggapan banyak orang, namun sudah menjadi gaya hidup. Tempat ngopi di Vietnam ada di mana-mana dan menyasar semua kalangan. Gerai itu bisa berupa warung pinggir jalan dengan kursi-kursi plastik berkaki pendek di trotoar hingga kafe kontemporer yang memiliki mesin roasting sendiri.
"Ini tentang berkumpul dengan teman-teman," kata Will Frith, konsultan kopi yang juga pemilik co-roasting enterprise di Ho Chi Minh.
Frith bilang peminum kopi cenderung berkumpul di kedai kopi favorit mereka. Boleh dibilang, kedai kopi berfungsi sebagai ruang ketiga selain rumah dan tempat kerja. Mereka bahkan berteman dengan pemilik kedai kopi itu atau dengan pegawai di sana.
"Hampir seluruh rumah membuat kopinya masing-masing," ujar Frith.
Tapi, tingginya angka ekspor dan budaya kopi lokalnya yang dinamis, belum bisa mendongkrak reputasi Vietnam sebagai produsen kopi berkualitas. Sebab, Vietnam menghasilkan mayoritas biji kopi robusta, mencapai 97 persen. Biji kopi robusta dianggap biji kopi kelas dua.
Ya, kopi robusta Vietnam yang memiliki ciri rasa yang tebal (pahit), beraroma tanah, dan kandungan kafeinnya tinggi merupakan biji kopi yang dijual sebagai produk massal di pasar, kopi instan, dan campuran kopi di gerai supermarket.
Sementara, pasar kopi kelas atas lebih menyukai biji kopi arabika. Biji kopi arabika dianggap memiliki kasta lebih atas karena mengandung lebih sedikit kafein, tingkat keasaman yang lebih tinggi, serta rasa yang lebih ringan dan lebih manis.
Foto: AFP/HOANG DINH NAM
Atthill bilang itu anggapan kuno. Robusta tak kalah kelas dengan arabika. Yang penting, kualitas biji.
"Ada banyak keangkuhan yang meremehkan robusta di industri kopi... tapi tidak ada inferioritas. Arabika secara inheren tidak lebih baik," kata Atthill.
"Ada robusta berkualitas tinggi dan arabika berkualitas rendah," ujar dia.
Atthill memiliki robusta unggulan dengan cita rasa kacang, cokelat, yang kuat dan aromanya tajam. Itu paling laris, sampai 90 persen. Sementara itu, robusta blend yang terdiri dari 85 persen biji robusta, yang memberikan rasa, dan sisanya arabika, sebagai penyumbang keasaman, kompleksitas, dan aroma.
Foto: AFP/MANAN VATSYAYANA
Pengusaha kopi Vietnam lainnya, Sahra Nguyen, pemilik Nguyen Coffee Supply, di Brooklyn, New York pada 2018 juga bertekad untuk membuat kopi Vietnam naik kelas.
Dia membeli biji kopi dari kebun keluarga di Dataran Tinggi Tengah Vietnam dan me-roasting sendiri. Dia menambahkan Grit, produk robusta 100 persen, ke dalam usahanya. Dari tes blind taste dengan memberikan dua cita rasa kepada pelanggan, mencicipi Grit bersama dua kopi lainnya, Loyalty yang merupakan campuran 50% robusta dan 50% biji arabika dan Courage yang merupakan 100% arabika.
Secara keseluruhan, lebih dari 3/4 penguji lebih menyukai Grit. "Respons itu mengejutkan saya," ujar Sahra.
Suami istri, Nam dan Linh Nguyen, juga memiliki tujuan serupa Atthill dan Sahra. Mereka mengembalikan kopi Vietnam ke akarnya di Prancis dengan membuka Hanoi Corner di pusat kota Paris dua tahun lalu. Selain kopi, kafe ini menawarkan teh Vietnam, kue, dan streetfood.
Vietnam memiliki "budaya kopi yang unik" kata Nam Nguyen, yang juga barista dengan sederet penghargaan.
"Kami ingin memperkenalkannya di Prancis, di tempat orang tidak ada yang tahu," katanya.
Foto: AFP/HOANG DINH NAM
Senada dengan upaya di luar negeri, anak-anak muda Vietnam juga mulai mendongkrak gengsi kopi dalam negeri mereka. Frith bilang mereka mulai berfokus kepada kualitas, memperhatikan terroir, mendiskusikan metode penanaman dengan petani, dan mengadopsi teknik pengolahan. Selain itu, pemilik kafe sudah memperhatikan desain interior kedai.
"Kedai kopi di sini menjadi beragam dan mewah seperti apa pun yang Anda temukan di London atau New York," kata dia.
Selain itu, menu yang ditawarkan juga beragam, bukan cuma kopi tetes yang biasanya diseduh bersama susu kental manis dengan pilihan panas atau es. Tapi, kini sudah ada pilihan salt coffee, kopi telur, kopi kelapa, avocado coffee atau banana coffee, juga yoghurt coffee.
Komentar
Tulis komentar