Jakarta - Biasanya, pihak maskapai akan menebar tiket murah untuk memikat hati wisatawan. Namun nyatanya, itu bukan jaminan agar wisatawan loyal.
Amadeus, suatu perusahaan IT yang bergerak dalam bidang pariwisata dan penerbangan, memberikan data soal 3 cara maskapai di Indonesia bisa mendapatkan keloyalan. Khususnya, bagi wisatawan milenial alias anak-anak muda.
Menurut riset terbaru dari Amadeus seperti dalam keterangannya yang diterima detikcom, Selasa (8/10/2019) tercatat lebih dari sepertiga populasi di Indonesia berusia di bawah 20 tahun. Artinya, 35% masyarakat Indonesia sebentar lagi akan memasuki usia produktif dan memiliki pendapatan tetap yang dapat digunakan untuk berlibur.
Ikatan Cendikiawan Pariwisata Indonesia (ICPI) memprediksi bahwa jumlah wisatawan Indonesia yang berlibur ke luar negeri akan mencapai lebih dari 10 juta orang pada tahun 2019 (sebuah rekor tertinggi sepanjang sejarah). Hal ini juga disebabkan karena harga tiket penerbangan internasional yang kompetitif dibandingkan dengan penerbangan domestik.
"Saat ini fokus utama masyarakat adalah harga tiket penerbangan domestik. Namun, maskapai Indonesia juga tidak boleh melupakan investasi jangka panjang berupa program customer loyalty. Saat ini, Generasi Y dan Z adalah segmen travel yang mengalami pertumbuhan paling cepat di Asia Pasifik. Walaupun sebelumnya pendekatan tradisional seperti reward-based loyalty telah berhasil diterapkan pada generasi sebelumnya, loyalitas generasi yang lebih muda hanya dapat diperoleh melalui experience," tutur Cyril Tetaz, selaku Executive Vice President Airlines Asia Pacific Amadeus.
Amadeus mengusulkan tiga rekomendasi bagi maskapai Indonesia untuk memperoleh loyalitas dari wisatawan generasi muda. Cara pertama, adalah melalui layanan personal. Apa maksudnya?
Maskapai harus menawarkan layanan yang sesuai dengan preferensi dan kebutuhan pelanggan, agar mereka setia dengan brand tersebut. Untuk mendapatkan preferensi dan kebutuhan pelanggan tersebut, salah satunya melalui data pelanggan.
"Kita harus memahami pola pengeluaran dan perjalanan pelanggan, terutama para anggota program loyalty. Untuk itu, kita harus menggunakan data-data ini untuk mengantisipasi kebutuhan mereka. Karena, walaupun destinasinya sama, tentu kebutuhan dari tiap pelanggan berbeda-beda," kata Tetaz.
"Salah satu contohnya adalah wisatawan bisnis. Mereka sangat mementingkan jadwal dan ketepatan waktu terbang. Mereka rela membayar lebih mahal jika bisa menghadiri meeting dengan tepat waktu. Namun, ketika pulang dari perjalanan bisnis, tipe wisatawan ini mungkin akan memprioritaskan waktu tempuh yang paling singkat, karena mereka ingin segera beristirahat dan berkumpul bersama keluarga," sambungnya.
Ilustrasi wisatawan di bandara (iStock)
Cara kedua adalah memberikan pelayanan lebih di setiap tahap perjalanan. Banyak yang bisa dilakukan, misalnya petugas maskapai lebih aktif berinteraksi dengan penumpang di gate keberangkatan seperti memberitahu soal ramalan cuaca.
"Sebenarnya, mereka tahu bahwa selalu ada kemungkinan terjadinya keterlambatan atau pembatalan penerbangan. Tapi, jika maskapai bisa memberikan respon yang baik, maka hal ini bisa memperbaiki kepuasan pelanggan. Oleh karena itu, staf maskapai juga harus dibekali dengan teknologi cukup, agar mereka bisa mengevaluasi isu yang terjadi dan melakukan booking ulang jika diperlukan," papar Tetaz.
Amadeus juga menyarankan penggunaan data kontekstual untuk memberikan kejutan bagi pelanggan, agar maskapai dapat membangun interaksi dengan pelanggan. Misalnya saja, mereka bisa menawarkan hadiah khusus di hari ulang tahun pelanggan, mengirimkan rekomendasi tempat wisata baru yang cocok, atau meng-upgrade kelas kursi dari pelanggan setia. Hal-hal inilah yang akan membuat program customer loyalty menjadi efektif untuk menarik generasi muda.
Cara terakhir adalah meningkatkan frekuensi interaksi. Asal tahu saja, dibandingkan negara-negara lain di Asia Pasifik, jumlah anggota frequent flyer di Indonesia cenderung rendah. Oleh karena itu, akan lebih baik bagi maskapai penerbangan Indonesia untuk memperkuat interaksi dengan pelanggan di luar kanal wisata.
"Maskapai penerbangan Indonesia perlu bekerja sama dengan perusahaan yang lebih sering berinteraksi dengan pelanggan, misalnya SPBU. Virgin Australia telah sukses menjalankan kemitraan ini dengan BP di Australia, di mana frequent flyer Virgin Velocity bisa mengumpulkan poin di setiap pom bensin BP, sehingga interaksi mereka pun bisa bertambah," kata Tetaz.
"Saat ini, industri pariwisata di Indonesia mulai mencapai titik mature. Pelanggan tidak hanya melihat harga. Karena itu, maskapai-maskapai lokal harus berinvestasi untuk memperbaiki program loyalty pelanggan, agar mereka tetap bisa bersaing dengan efektif di masa depan," tutup Tetaz.
Komentar
Tulis komentar