Setelah Albertus Hendrikus Lorentz sampai di lereng gunung bersalju yang ia sebut Pegunungan Wilhemina, pada 1909, tak satupun petualang berhasil mencapai puncaknya. Bila Lorentz berhasil membuktikan salju di negeri tropis seperti temuan Jan Carstensz 300 tahun sebelumnya, maka tugas petualang setelahnya adalah mencapai puncak Wilhelmina.
Ada beberapa nama bagi gunung tertinggi di Indonesia itu, yakni Gunung Jayawijaya atau Puncak Jaya, Gunung Wilhelmina dan para pendaki lebih suka menyebutnya Puncak Carstensz. Namun nama sejatinya yang diberikan oleh Suku Amungme adalah Nemangkawi Ninggok, “Artinya, anak panah berwarna putih," kata arkeolog Haris Suroto.
Puncak Jaya berada pada ketinggian 4.884 meter dari permukaan laut. Puncak Jaya ini merupakan satu-satunya gunung yang masih dapat dijumpai gletser di daerah tropis. Puncak Jaya tergolong salah satu puncak tertinggi di dunia, bersama-sama dengan Puncak Himalaya dan Puncak Andes.
Gletser yang masih dijumpai di Puncak Jaya merupakan peninggalan Zaman Es. Pada masa itu, Puncak Jaya merupakan suatu kawasan pegunungan yang hampir seluruhnya berselimut salju. Sampai dengan tahun 1962, tak ada seorangpun yang bisa mendaki sampai ke puncak jaya.
Nama lain puncak ini seperti tercantum di banyak peta dunia adalah Puncak Carstensz atau Carstensz Top. Nama Puncak Jaya adalah kependekan dari Puncak Jayakesuma, nama resmi yang diberikan pada puncak ini setelah Papua kembali ke Indonesia.
Puncak Jaya tak pernah berhasil ditaklukkan oleh tim ekspedisi manapun, sampai adanya pendakian yang dilakukan oleh sebuah tim yang dipimpin oleh Heinrich Harrer, petualang berkebangsaan Austria pada tahun 1962. Ekspedisi itu melibatkan tiga anggota ekspedisi lainnya, yakni Robert Philip Temple, Russell Kippax, dan Albertus Huizenga.
Di antara mereka, Philip Temple dari Selandia Baru, adalah yang paling berpengalaman berurusan dengan Puncak Carstensz. Ia sebelumnya memimpin ekspedisi ke daerah tersebyt dan merintis rute akses ke pegunungan.
Menurut arkeolog Hari Suroto, seorang yang paling berjasa dan pantas disebut namanya sebagai kunci prestasi itu adalah Philip Temple. Dialah yang sebelumnya telah melakukan pekerjaan awal, yang pada akhirnya sangat membantu memuluskan perjalanan tim ekspedisi pimpinan Harrer.
Temple berhasil menemukan beragam jalur alternatif menuju puncak bersalju, sekaligus membuat peta rute perjalanan tersebut. Namun karena kehabisan dana dan logistik, ia tidak berhasil mewujudkan impiannya menaklukkan Puncak Carstensz. Selanjutnya, ia malah bergabung dalam tim Harrer dan menjadi penunjuk jalan.
Puncak Jaya atau Carstensz. carstensz-expedition.com
Ia berhasil mengantar tim Harrer, akhirnya bisa menginjakkan kakinya di puncak gunung bersalju tersebut. Kini, nama Harrer yang terpahat sebagai orang yang pertama menundukkan Puncak Carstensz, dan nama Temple pun di bawah bayang-bayang Harrer.
Pada tahun 1963, puncak itu berganti nama menjadi Puncak Soekarno, setelah itu kemudian diganti menjadi Puncak Jaya. Nama Piramida Carstensz masih digunakan di kalangan para pendaki gunung.
Catatan redaksi: tulisan diolah dari email arkeolog Hari Suroto.
Komentar
Tulis komentar